Minggu, 12 Desember 2010

FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT PEMBANGUNAN

Kondisi dan status kesehatan perempuan Indonesia masih rendah hal ini terlihat dari beberapa indikator Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini masih tertinggi dibanding negara-negara lain di ASEAN. Permasalahan tersebut disebabkan oleh permasalahan seperti status kesehatan reproduksi, status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan, pendidikan, tingkat ekonomi keluarga yang rendah serta status dan kedudukan perempuan yang rendah dalam keluarga dan masyarakat.
 
Isu lain adalah rentannya perempuan terhadap Penyakit menular ( HIV/AIDS) terutama daerah padat penduduk, perbatasan dan daerah wisata karena kurangnya pengetahuan HIV/AIDS dan kurangnya akses pelayanan pencegahan dan Kekerasan Terhadap Perempuan. Masih banyaknya penyakit infeksi dan menular yang disebutkan diatas, menyebabkan beban ganda (double burden)yang ditanggung semakin berat ,karena penyakit degenerative dan life style tergolong tinggi. Revrisond bawsir dkk (1999), dalam bukunya “pembangunan tanpa perasaan”menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan kita belum menjangkau seleruh lapisan masyarakat alias tidak merata,diperparah lagi subsidi sector kesehatan malah dinikmati kalangan ‘berpunya’.
 
Ironisnya, masyarakat, media massa, politikus bahkan insan kesehatan masih memandang hak kesehatan hanya pada hak untuk memperoleh pelayanan kuratif dirumah sakit  dan puskesmas .Padahal,hak untuk menikmati hidup sehat jauh lebih luas daripada sekedar hak akan pelayanan kuratif.salah satu jaminan dari 

Negara bahwa segala akses informasi tentang kesehatan dan ketersediannya harus terpenuhi bagi segala lapisan masyarakat.
 
Kesehatan perempuan sebagai sebuah investasi merupakan cerminan dari pentingnya SDM yang produktif. Di beberapa Negara maju yang menggunakan konsep sehat produktif, sehat adalah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif. Upaya kesehatan harus diarahkan untuk dapata membawa setiap penduduk memiliki kesehatan yang cukup agar bisa hidup produktif.
 
Selama ini, pemerintah masih memandang sektor kesehatan sebagai sektor konsumtif, kesehatan tidak dilihat sebagai investasi, tetapi hanya dilihat sebagai sector kesejahteraan yang dinilai menjadi beban biaya. Bukti nyatanya adalah alokasi belanja kesehatan pemerintah yang sangat rendah, hanya sekitar 2-3% dari total belanja Negara. Namun ironisnya, pelayanan kesehatan malah menjadi sumber pendapatan pembangunan.
 
Disini membuktikan pemerintah menerapkan standar ganda dalam bidang kesehatan. Disatu sisi, belanja kesehatan dianggap beban dan tidak diprioritaskan. Disisi lain, pelayanan kesehatan dijadikan sumber pendapatan. Artinya pembangunan Negara ini disokong dari uang rakyat yang sakit. Sehingga masuk akal bila ada orang usil mengatakan ”bila pemerintah ingin mendapat sumber pendapatan yang besar sebar saja kuman atau virus kepada masyarakat, agar masyarakat menjadi sakit dan kemudian mereka berobat ke rumah sakit pemerintah”.
 
Padahal dengan rendahya alokasi belanja kesehatan akan menghasilkan indicator kesehatan yang rendah. Jika dibandingkan dengan Negara ASEAN, Indonesia terendah dalam belanja kesehatan. Dalam laporan kesehatan WHO tahun 1999, Indonesia hanya mengeluarkan 1,8% dari produk domestik brutonya (PDB) untuk belanja kesehatan. Sementara Negara ASEAN lain yang memiliki PDB perkapita lebih tinggi mengeluarkan porsi lebih besar untuk kesehatan. Maka tidak mengherankan bila indicator kesehatan Indonesia, terendah di antara Negara ASEAN, karna kita menanam modal lebih kecil, maka kita mendapat hasil yang sedikit.
 
Menurut Thabrany (1999),terdapat lorelasi negative antara status kesehatan dengan pendapatan perkapita di kemudian hari,jika factor lain konstan. Negara-negara yang diawal 70-an memiliki AKB tinggi,tidak memiliki AKB tinggi,tidak memiliki pendapatan perkapita tinggi di tahun 1991lingkungan eksekutif, legisletif, maupun dari masyarakat termasuk swasta. Kunci sukses lainnya di tengah keterbasan sumber daya dalam hal pembiayaandan tenaga adalah memprioritaskan bidang bidang pembangunan kesehatan , seperti kesehatan Ibu dan Anak.

Kondisi tersebut diatas menunjukan ,kesehatan sebagai salah satu unsur Utama SDM dan sebagai modal tahan lama bagi pembangunan kesehatan Indonesia sama sekali belum dianggap penting oleh para pembuat keputusan. Padahal adagium di lingkungan internasional yang menyebutkan “Health is not everything, but without health, everything is nothing” merupakan cerminan dari urgensitas kesehatan dalam suatu pengembangan masyarakat dan pembangunan secara nasional.maka diharapkan bagi pemerintah untuk memahami keadaan tersebut dan menyusun paradigma yang menyokong Pembangunan dengan meningkatkan kesehatan agar menghasilkan SDM yang berkualitas.
Perilaku masyarakat yang kurang mendukung hidup Bersih
 
Dewasa ini sikap masyarakat Indonesia juga sama buruknya dengan system yang mengatur kesehatan.Jika anda berkunjung ke Jakarta misalnya, lihatlah sungai disana kini sungai di Jakarta mengalami perubahan fungsi, fungsi sungai bukan lagi menjadi tata perairan kota tapi tempat sampah umum. Belum lagi ada masyarakat yang MCK di sungai, begitu pula di sebagian wilayah pedesaan Indonesia kesadaraan akan pentingnya kesehatan belum kita temukan di masyarakat kita.

Rendahnya Kondisi kesehatan lingkungan
Rendahnya Pembangunan Ekonomi yang belum merata adalah biang keladi pokok masalah ini.hal tersebut menimbulkan kesenjangan soasial Baik Papan,sandang dan pangan. Pertanyaan mengapa kesehatan lebih banyak dialamai oleh orang tak berpunya, mungkin jawabannya adalah karena lingkungan tempat tinggal yang buruk.
 
Itulah gambaran umum Masalah umum kesehatan di negeri kita tercinta,semuanya        Berpangkal pada Ekonomi dan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar