Minggu, 28 November 2010

ASPEK SOSBUD YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN ANAK

Pada sejumlah masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam perilaku yang berkaitan dengan pola pemberian makan pada anak yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern.

Kesehatan anak pada masa kini sangat memprihatinkan. Banyak faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan anak yaitu mengenai pola makanan yang diberikan.

Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu.

Banyak sekali diantara kasus anak-anak yang terkena penyakit tertentu karena tidak tercukupi kebutuhan gizinya. Seperti banyak anak-anak di pelosok desa yang orang tuanya hanya sekedar memberi kebutuhan gizi tanpa mengetahui Kesehatan bagi anaknya.

Majunya perkembangan tekhnologi medis yang kian canggih membuat sejumlah mitos yang diyakini belum dapat hilang. Bahkan mitos yang telah diyakinin justru lebih dipercaya ketimbang nasehat dokter. Oleh karena itu dari sudut pandang medis modern terdapat adanya persepsi masyarakat yang berbeda terhadap penyakit yang seringkali menimbulkan permasalahan.

Mitos yang diyakini terutama mengenai kesehatan anak, orang zaman dahulu mempercayai bahwa jika melakukan sesuatu yang telah lama dilakukan oleh pendahulunya maka mereka juga akan melakukan itu pada anak-anak mereka. Padahal ini malah akan menjadi penghambat kesehatan anak. Sehingga, anak mudah sekali terserang penyakit.

Sebagai contoh ada masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang- kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam yang tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan cara yang tepat dapat menimbulkan kematian.

Kepercayaan-kepercayaan lain yang diyakinin oleh masyarakat yaitu demam dan diare pada bayi atau anak. Mereka meyakini bahwa bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti sudah mau jalan.

Ada pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap penyebab penyakit berbeda-beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah dianggap bahwa diare ini disebabkan karena "masuk angin" yang dipersepsikan sebagai "mendinginnya" badan anak maka perlu diobati dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak.

Menurut (Klienman, 1980), “Sesungguhnya pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan tindakan kuratif penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan Kesehatan umum dalam masyarakat. Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan kesehatan ini terdapat unsur-unsur pengetahuan dari sistem medis tradisional dan moderen. Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih dahulu, apakah itu dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat modern.

Tindakan pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang paling sering dilakukan dalam upaya mengobati penyakit dan merupakan satu tahap dari perilaku mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai "health seeking behavior". Jika upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain misalnya membawa ke petugas kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain.

Ada pula mitos seorang ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tertentu. Bahkan, ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik dari pada anggota keluarga yang lain atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu dari pada anak perempuan.

Walaupun pola makan dalam mitos ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan, Namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan makanan kepada keluarga adalah ibu. Dengan kata lain ibu mempunyai peran sebagai gate- keeper dari keluarga.

Contoh lain yaitu dalam pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi.

Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum (ASI yang pertama kali keluar). Di sejumlah masyarakat tradisional, colostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Padahal colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi.

Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.

Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk memakan telur.

Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin".

Menurut Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua hal yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistem teori penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun. Persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya.
Penyebab penyakit dapat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik. Penyakit-penyakit yang dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain termasuk dalam golongan personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan naturalistik adalah penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan, debu dan lain-lain.


Daftar Pustaka :

Wibowo, Adik 1993 Kesehatan Ibu di Indonesia: Status "Praesens" dan Masalah yang dihadapi di lapangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar