Sabtu, 23 Oktober 2010

APA ITU MASYARAKAT DESA DAN KOTA..........???????

Melihat dari berbagai aspek yang ada, baik kita lihat secara langsung ataupun melalui media informasi, baik cetak maupun media elektronik, bahwa betapa fenomena hidup yang ada dipedesaan mulai mengalami pergeseran nilai, norma serta adat istiadat  yang tidak lagi dihiraukan oleh banyak penduduk desa yang ingin merasa kehidupannya berubah, baik ekonomi maupun status sosialnya. Serta fenomena kehidupan perkotaan yang mempunyai motto hidup “Biar tekor asal Tersohor menjadi sebuah gaya hidup serba boleh, walaupun itu melabrak norma-norma hukum lebih-lebih norma agama.

Masyarakat Indonesia merupakan seluruh penduduk yang menempati wilayah Indonesia dengan beraneka ragam adat - istiadat, bahasa, agama, dan budaya, yang bertempat tinggal di perkotaan serta di pedesaan.


PENGERTIAN MASYARAKAT

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan sempit. Dalam arti luas masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Dalam arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya.

MASYARAKAT PEDESAAN

Desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.

Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.

Masyarakat pedesaan selalu hidup bermasyarakat dengan perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, Masyarakat pedesaan juga memiliki ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.

Ciri-ciri dari masyarakat desa antara lain :
  1. Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
  2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
  3. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
  4. Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya
Didalam masyarakat pedesaan kita mengenal berbagai macam gejala, khususnya tentang perbedaan pendapat atau paham yang sebenarnya hal ini merupakan sebab-sebab bahwa di dalam masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan –ketegangan sosial. Gejala-gejala sosial yang sering diistilahkan dengan : konflik, kontraversi, kompetisi

MASYARAKAT PERKOTAAN

Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.

Ciri-ciri masyarakat kota yaitu :
  1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
  2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di kota–kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan , sebab perbedaan kepentingan paham politik , perbedaan agama dan sebagainya .
  3. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan , menyebabkan bahwa interaksi–interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada factor kepentingan daripada factor pribadi.
  4. Pembagian kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata
  5. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa
  6. Interaksi yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada factor kepentingan dari pada factor pribadi
  7. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu
  8. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN

Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.

Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula.

Perbedaan tersebut antara lain :
  1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
  2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di dearah perdesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
  3. Ukuran Komunitas, Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
  4. Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan dgn kepadatan penduduk kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn klasifikasi dari kota itu sendiri.
  5. Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.
  6. Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg tinggi di dlm diferensiasi Sosial.
  7. Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.

Mobilitas Sosial
Mobilitas berkaitan dengan perpindahan yang disebabkan oleh pendidikan kota yang heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan.
  • Banyak penduduk yg pindah kamar atau rumah
  • Waktu yg tersedia bagi penduduk kota untuk bepergian per satuan
  • Bepergian setiap hari di dalam atau di luar
  • Waktu luang di kota lbih sedikit dibandingkan di daerah perdesaan Interaksi Sosial.
  • Masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya
  • Dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

Pengawasan Sosial
Di kota pengawasan lebih bersifat formal, pribadi dan peraturan lbh menyangkut masalah pelanggaran

Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah perdesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota

Standar Kehidupan
Di kota tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, di desa tidak demikian

Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial pada masyarakat perdesaan dan perkotaan banyak ditentukan oleh masingmasing faktor yang berbeda

Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan system nilai di desa dengan di kota berbeda dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara dan norma yang berlaku

Hubungan desa dan kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan, karena saling membutuhkan.
Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota. Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yg juga diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh orang desa.

ASPEK POSITIF DAN NEGATIF

Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang memebentuk struktur kota tersebut. Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan, seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
  • Wisma : Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
  • Karya : Untuk penyediaan lapangan kerja.
  • Marga : Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
  • Suka : Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
  • Penyempurnaan : Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan, dan utilitas umum.

Oleh karena itu, Pada intinya kehidupan masyarakat kota dan desa berbeda. Intelektual dan ilmu pengetahuan yang berbeda antara masyarakat kota dan desa sehinnga kehidupan sosial, agama, budaya, dan hukum terlihat jelas perbedaannya serta manusia menjalani  kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang lain.


Daftar Pustaka :
Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.

Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, 2003, Hal.241



Sumber : http://isramrasal.wordpress.com/2009/12/26/masyarakat-perkotaan-dan-masyarakat-pedesaan/

Sabtu, 02 Oktober 2010

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN TARIAN GANDRUNG BANYUWANGI


G
andrung Banyuwangi merupakan sebuah seni pertunjukan rakyat dengan iringan musik yang khas dari budaya jawa dan bali yang diyakini oleh para pewarisnya sebagai falsafah hidup. Tarian ini dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan  (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju).

       Bentuk kesenian ini didominasi dengan orkestrasi yang khas dan populer.  Gandrung juga sering dipentaskan dalam berbagai acara misalkan khitanan, perkawinan, dan acara resmi maupun tidak resmi lainnya. Tarian gandrung dimulai dari pukul 21:00 hingga 04:00 lebih menjelang subuh.

       Menurut sejarahnya, Gandrung pertama kali ditarikan oleh para pria, namun secara perlahan-lahan gandrung laki-laki tersebut lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, karena ajaran islam yang melarang bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan dan pada tahun 1914 lenyapnya tari gandrung pria setelah kematian penari terakhir yaitu Marson.

       Pada tahun 1895, Gandrung wanita pertama yaitu dikenal dengan sebutan Gandrung Semi. Menurut ceritanya, Semi menderita sebuah penyakit yang cukup parah. Berbagai cara telah dilakukan demi kesembuhan Semi, namun tak kunjung sembuh. Akhirnya, Ibu Semi (Mak Midhah) bernazar “kandhung sira waras, sun dhadekaken seblang, kadhung sing yo sing” (apabila kamu sembuh saya jadikan kamu seblang, kalau tidak ya tidak jadi).

       Akhirnya, Semi sembuh yang kemudian dijadikan seblang dan sekaligus dimulainya tari gandrung oleh wanita. Ditangan Semi, kesenian gandrung merupakan sebuah media pembebasan (tarian yang didalam syairnya terdapat sandi-sandi khusus) sisa-sisa laskar blambangan dari belenggu penjajahan sampai menjadi sebuah gerak tari yang indah, sarat akan pesan dan makna.

TARI GANDRUNG BANYUWANGI
 
Bentuk gerakan pertunjukan gandrung terbagi dari 3 bagian antara lain :

1.       Jejer 
        Jejer merupakan bentuk dari pembukaan pertunjukan gandrung. Bagian ini, para penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, tanpa tamu.

2.       Ngrepen, Maju atau ngibing 
          Bagian kedua, seorang penari mulai memberikan selendang-selendang yang dikenakannya untuk diberikan kepada tamu. Pada mulanya penari gandrung akan mendekati atau mendatangi  tamu untuk menari dengannya dengan gerakan menggoda, pada bagian inilah yang dikenal dengan sebutan maju atau ngibing.
          
         Kemudian saat acara telah selesai penari gandrung  akan mendekati para rombongan penonton dan meminta salah satu penonton untuk memilih lagu yang akan dibawakan serta diselang seling antara maju dan ngrepen (nyanyian yang tidak ditarikan) yang berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh.

3.       Seblang subuh 
         Pada bagian terakhir yaitu seblang subuh yang merupakan penutup dari seluruh acara pertunjukan gandrung banyuwangi. Bagian ini diawali dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, terkadang sambil membawa sebuah kipas yang kemudian dikibas-kibaskan menurut irama. Pada bagian ini terasa dengan mistisnya, karena masih berhubungan erat dengan ritual seblang yang merupakan penyembuhan atau penyucian yang masih dilakukan oleh penari-penari usia lanjut.


Kesenian gandrung banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus globalisasi yang dipopulerkan  melalui media elektronik dan media cetak. Akhirnya, pemerintah kabupaten Banyuwangi mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD sampai SMA untuk mengikuti ekstrakulikuler kesenian Banyuwangi.

Dalam pandangan kelompok gandrung mengandung  nilai-nilai historis komunikasi yang terus menerus tertekan secara struktural maupun kultural yang berarti bentuk perlawanan kebudayaan daerah masyarakat. Disisi lain, penari gandrung tidak pernah terlepas dari prasangka atau citra negatif ditengah masyarakat luas, terutama pada kaum santri yang menilai bahwa penari gandrung merupakan  tarian negatif dan perlakuannya yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan bahkan terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-sehari.

Tarian gandrung resmi menjadi maskot Pariwisata Banyuwangi pada bulan desember tahun 2000 yang kemudian disusul pematungan gandrung terpanjang diberbagai sudut kota dan desa. Setelah itu Pemerintah Kabupaten Banyuwangi merencanakan program dengan cara aktualisasi yang dilakukan dalam 1 bulan sekali dan pelaksanaannya pada waktu padang bulan (dipertunjukkan kembali supaya tetap terjaga kelestariannya). Melalui program inilah diharapkan masyarakat luas dapat melestarikan kembali Tarian Gandrung Banyuwangi.








Daftar Pustaka :

http://id.wikipedia.org/wiki/Gandrung_Banyuwangi